Diara sudah seminggu berada di rumah,
keadaan ayah membuat ia dan Yuka harus pulang ke Jakarta. Pekerjaan mereka
masih bisa dipantau secara online, sesekali aku lihat Yuka sempat meeting melalui skype ataupun webcam. Namun
seperti biasa aku dan Diara hanya terlibat obrolan yang biasa, tak ada yang
spesifik. Tapi aku sepertinya ingin mengajak Diara mengobrol lebih pribadi,
sebagai adik kakak. Keinginan ini masih dalam niatku saja, belum bisa secara
langsung aku terapkan. Aku harus melihat situasi dan kondisi di rumah serta
Diara sebagai inti pembicaraanku nanti. Sejak kecil sebenarnya aku sangat
berharap bisa menjadi teman terbaik buat Diara. Sore ini aku melihatnya sedang
duduk santai di teras rumah, sambil sesekali bercanda dengan Tiara, anak
bungsuku.
“Tiara kayaknya seneng banget main sama
kamu, bawa ajalah ke sana.”
Aku membuka obrolan dengan sedikit
canda. Diara hanya tertawa.
“Kasihanlah kalo sampai sana aku malah
sibuk kerja, masa aku titip ke daycare?”
“Jadi kamu sampai kapan di Jakarta?”
“Santai aja, semua kerjaan masih bisa
dikerjain lewat laptop. Pokoknya kalo
ayah udah lebih baik baru aku bisa balik ke sana, dari pada nggak tenang juga
perasaan aku kan?”
“Iya sih. Ya semoga aja ada kemajuan
sama ayah, menurut dokter semangat ayah untuk bertahan sangat tinggi, makanya
dokter cukup optimis ayah akan sembuh.”
“Aku cek ayah sebentar ya, Kak.”
Tak lama kemudian telepon genggam Diara
berbunyi, aku melirik kearah telepon genggam tapi hanya nomor telepon, tak ada
nama si penelepon. Diara lalu mengambil dan menjawabnya. Entah siapa yang
menelepon tapi sangat jelas terdengar bahwa itu bukan teman biasa. Mungkin
teman terbaik selama di luar negeri, atau malah teman terbaik di hati Diara?
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar