“Sampai kapan kamu bertahan sama ego
kamu?”
“Ini bukan ego, ini udah jadi keputusan
aku. Aku kan udah bilang, kalo kamu mau punya anak, silakan urus sendiri! Kalo
perlu titip yayasan aja biar nggak repot!”
“Gila kamu!”
“Udahlah kamu nggak usah buka obrolan
yang kamu sendiri udah tau cuma jadi ribut.”
“ Kamu bener-bener nggak punya perasaan!”
Aku begitu terkejut
mendengar pertengkaran mereka saat aku tak sengaja melewati kamar Diara. Diara
keluar dari kamarnya dengan kesal dan penuh amarah. Aku pura-pura sibuk
menelepon seseorang agar Diara tak curiga aku telah mendengarnya. Aku tak
menyangka ini adalah penyebab mereka belum memiliki keturunan. Karena Yuka
memang benar-benar tak menginginkannya. Kok ada ya laki-laki seperti itu? Aku
lihat ia baik-baik saja terhadap anak-anakku. Ia layaknya paman yang sangat
menyayangi keponakannya, tidak terlihat sebagai seseorang yang membenci
anak-anak. Entahlah, mungkin memiliki anak sendiri akan berbeda rasanya.
Sebenarnya bukan sekali
ini aku pernah mendengar Yuka berbicara sangat emosi kepada Diara. Dulu pernah
saat aku sedang menelepon Diara, aku mendengar dari ujung telepon teriakan
amarah Yuka soal kemeja yang kurang rapi hasil seterikaannya. Diara berusaha
menutupnya mungkin tapi masih agak terdengar olehku. Tapi aku tak
menanyakannya, itu urusan mereka. Sungguh aku terkejut mendengar pertengkaran
mereka kali ini. Wanita mana yang tidak menginginkan seorang buah hati dalam
pernikahannya? Tapi malah suaminya sendiri yang membuang jauh semua mimpi itu.
Tidakkah ia sendiri memiliki mimpi untuk mempunyai keturunan?
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid4
#Squad4
#Day17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar