Bagiku Diara adalah perempuan
yang memiliki cahaya terang layaknya matahari. Ia penuh semangat seperti
matahari terbit, tegas seperti panas di siang hari tapi meneduhkan kala senja.
Perempuan keras kepala yang aku kenal sejak kecil ternyata menyimpan sejuta
kerinduan untuk memeluk cerita yang sama kepadaku. Tentang hidupnya, tentang
takdirnya dan tentang belahan jiwanya. Sejak obrolan kami di depan makam ayah
beberapa waktu lalu, Diara seolah menemukan apa yang ia sebut sebagai tempat
berbagi. Ya, kini aku lah tempat curahan hatinya. Tak seperti dulu, ia lebih
banyak terbuka tentang Yuka.
“Diara, kalau kamu ingin pergi,
silahkan. Mungkin ego ku memang telah mengalahkan cinta terbesarku.”
“Bumi yang berputar, bukan matahari yang
benar-benar tenggelam, jadi kenapa kamu selalu mengharapkan senja?”
“Sudahlah, toh selamanya kita sulit
memaksakan keadaan ini. Maaf kalau aku tak bisa memberikan apa yang kamu mau,
maaf kalau kamu hanya tersiksa dengan pernikahan ini.”
“Yuka, apa cuma segini waktu yang kita
butuhkan untuk rumah tangga kita? Apa cuma sampai di sini perjuangan kita untuk
tetap bertahan?”
Diara masih saja menaruh harapan itu,
harapan bahwa Yuka bisa menjadi awan putih yang ada di bawah sinar matahari dan
melindunginya dari terik. Kalaupun ada hari-hari yang sangat menyiksa dan
membuat sakit hati, pasti akan ada hari-hari lain untuk kita memulai lembaran
baru. Dan memulainya bersama matahari terbit adalah sebuah keikhlasan.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar