Ada banyak hal yang dapat menjadi
sumber kekuatan manusia, keluarga, pertemanan, persahabatan, kekasih hati,
bahkan musuh dalam hidup kita. Termasuk anak-anak yang selama ini menjadi
kekuatan dalam hidup aku dan Satya. Ya, harusnya mereka memang tetap dapat
menjadi salah satu kekuatan pernikahan kami. Tapi kenyataannya? Kami nggak
mempedulikan itu semua. Ego kami lebih banyak berbicara. Cinta kami seakan
mulai memudar tanpa tahu bahwa masih ada sisi lain yang dapat terselamatkan.
Satya
duduk berteman malam di teras rumah, matanya menatap awan yang semakin temaram.
Sejak aku keluar dari rumah sakit, untuk sementara waktu Satya kembali ke rumah
menjagaku sampai aku sehat. Anak-anak begitu merindukan ayahnya dan itu lumayan
menyembuhkan sedikit sakitku. Bahagia melihat mereka tertawa bersama Satya
dengan segala guyonan dan keseruan saat bermain, sesekali mereka bercerita
tentang kejadian atau apapun yang telah mereka lakukan di sekolah. Aku bahkan
tak tahu sampai kapan mereka akan merasakan hal itu, merasakan memiliki ayah
seutuhnya.
“Ayah belum tidur?”
“Eh, Bulan… Bulan kok belum bobo? Ini kan sudah malam,
besok Bulan sekolah loh?”
“Bulan mau tidur sama Ayah, Ayah kan kerjanya jauh udah
jarang temenin Bulan bobo lagi, Bulan kangen sama Ayah.”
“Ayah juga kangen banyaaak sama Bulan.”
“Banyak banget? Sedunia? Se-Indonesia?”
“Hahaha… Iya dong, sejagad raya.”
“Sejagad raya itu apa?”
“Sejagad raya itu sampai luar angkasa dan semua semesta
alam.”
“Waaahhh kereeenn…”
“Kok keren?”
“Iya keren, kangennya Ayah sampai semesta alam, berarti Ibu
kalah.”
“Oya? Masa sih? Ibu kan biasanya hebat nggak pernah kalah.”
“Iya, waktu Ibu sedih katanya Ibu lagi kangen, kangen sama
anak-anaknya, sama Bulan, sama Mas Bintang, sama Mas Awan, sama Kakak Langit.”
“Ibu sedih? Kapan?”
“Waktu Ayah pergi. Terus Bulan tanya, kalo Ibu kangen
sebesar apa kangennya? Ibu bilang, seluas samudera hahaha… Mungkin Ibu belum
bilang kalo kangen sama Ayah juga, makanya baru seluas samudera belum sampai
semesta alam.”
“Huu kamu bisa aja. Ya udah kita bobo yuk, Ayah ngantuk.”
Bulan mengangguk tersenyum, Satya langsung menggendongnya
masuk ke dalam. Bulan adalah keceriaan di keluarga kami, bocah perempuan yang
ceriwis dan cerdas. Tingkahnya seringkali membuat kami tertawa. Ia gadis kecil
yang sangat penyayang, walau berbeda usia agak jauh dari Bintang dan Awan
kakaknya, tapi ia selalu kritis dan pemberani. Malam ini Bulan menjadi obat
perindu terbesar di hati Satya, bersamanya hanya ada kehangatan penuh kasih
sayang. Mungkin aku dan Satya harus belajar banyak dari sosok cilik bernama Bulan.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar