Menjadi seseorang yang tersakiti
harusnya tak lantas menjadikan Tuhan sebagai algojomu. Mengikhlaskan segalanya
namun meminta Tuhan untuk membalaskan semua perlakuannya terhadapmu. Apakah pantas?
Padahal Tuhan telah mengajarkan segala kebaikan kepada kita sebagai manusia.
Tapi apalah dayaku ini? Aku tetaplah manusia penuh dendam. Pun di depan matanya
aku diam dan menerima, tapi isi hati hanya aku dan Tuhan yang tahu. Kejadian
ini menyadarkanku bahwa selalu ada dendam di tiap hati manusia. Sekecil apapun
itu kapasitasnya.
“Satya, tolong berhenti membela diri
atau apapun itu. Aku ikhlas.”
“Aku tahu kamu nggak ikhlas. Bukan satu
dua hari ini aku mengenalmu. Tapi biarlah Tuhan yang akan membalasnya padaku.”
“Maksud kamu?? Kamu minta Tuhan untuk
menjadi algojomu?? Kamu minta Tuhan membalaskan semua sikap bejatmu?? Sakit jiwa!”
“Bukan, bukan itu maksud aku. Aku akan
menanggung semua resiko yang akan Tuhan berikan padaku. Itu saja.”
“Jangan naïf. Resiko itu pasti ada. Kamu
memang harus menanggung semuanya.”
“Diandra…”
Satya menatapku tajam,
wajahnya tepat berada di depan wajahku. Mungkin ini akan menjadi tatapan
terakhir yang akan aku rasakan darinya. Bahkan ini terasa getir dan dingin.
Sudah tak sehangat dulu. Lalu ia mengecup keningku, entah untuk apa. Matanya
seperti menahan tangis. Ya, aku yakin ia berusaha sekuat tenaga menahan
airmatanya agar tak jatuh untuk kedua kalinya.
“Diandra, aku rapuh…”
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar