Sejak kecil hidup Diara selalu
mulus-mulus saja tak pernah ada konflik berat apalagi terjerumus hal-hal tidak
baik. Pendidikannya dari SD sampai kuliah nyaris sempurna, kasih sayang yang
ia dapatkan pun tak pernah kekurangan, teman-teman yang keren dan seru, belum
lagi saat ini pekerjaannya yang sangat cocok menurutku. Ia merupakan tipe
perempuan yang cukup sukses, bahkan aku sendiri selalu salut padanya. Tapi ukuran
sukses tiap manusia berbeda-beda. Kita mungkin merasa melihat orang lain lebih
bagus padahal menurut orang tersebut biasa aja, belum ada pencapaian apa-apa.
Masa
SMA aku dan Diara sama halnya seperti anak sekolah lainnya, seru, penuh
kenangan, penuh tawa, dan sedikit kenakalan. Kami satu sekolah saat SMA,
makanya ada beberapa teman aku yang masih saling mengenal dengan teman-teman
Diara. Dengan ketegasannya dahulu aku sangat yakin bahwa ia mampu bersikap yang
sama terhadap pasangannya. Namun aku salah. Sifat tegasnya telah lebih dulu
dipatahkan oleh ego sang suami. Ia mengalah. Entah untuk apa. Mungkin untuk
ayah, sosok pria yang telah menatap senja di usianya. Diara tak mau
mengecewakan ayah dengan keadaan rumah tangganya serta sikap Yuka, suaminya.
“Aku benar-benar nggak mengira kalo
keadaan rumah tangga mereka kayak gitu, sedih banget aku, rasanya saat itu aku
ingin sekali menampar muka Yuka, tapi kan nggak mungkin.”
“Janganlah, kasian tangan kamu.”
“Lex, ah, kamu becanda mulu.”
“Kamu sih lucu kalo lagi marah-marah,
jadi inget masa SMA dulu pas kamu ke sekolah aku lagi marah-marah.”
“Ih rese nih, masih inget aja.”
Aku dan Alex tertawa mengingat masa SMA
kita, walaupun nggak satu sekolah tapi kami tetap selalu dekat.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar