“Kak, kalo suatu saat nanti aku dan Yuka
berpisah, apa ibu nggak masalah?”
“Apa benar-benar nggak bisa dibicarain
lagi? Atau kamu sudah nggak ada cinta untuk Yuka.”
“Mungkin dia yang sudah nggak ada cinta
buat rumah tangga kita. Kita sudah seperti punya jalan masing-masing. Aku sibuk
sama urusanku dan dia sibuk sama kerjaannya.”
“Kalian nggak coba liburan bareng?”
Klise benar saranku
pada Diara, sedangkan hubunganku dan Satya saja meruncing begini. Kalau Diara
sampai memutuskan berpisah dan itu terjadi, ibu akan sangat kecewa kepada kami.
Rumah tanggaku saja begini dengan Satya, ditambah Diara yang juga menempuh
jalan yang sama. Mungkin untuk tahap awal aku bisa menutupi perginya Satya dari
rumah karena soal pekerjaan, tapi ini nggak mungkin akan berjalan selamanya.
Ibu pasti akan curiga dan menanyakan keadaan kami. Seketika aku merasa sangat pening,
pandanganku agak kabur. Selanjutnya aku
hanya sempat mendengar teriakan Diara bernada tinggi. Lalu hilang. Aku pingsan
terkapar.
“Diandra, kamu sudah sehat? Diara bilang
kamu pingsan tadi siang.”
“Nggak papa, aku cuma capek aja. Kamu
telepon tadi siang?”
“Iya. Aku mau tanya hasil dokternya
gimana? Ada yang serius?”
“Oh, nggak kok. Semua baik-baik aja.”
“Kamu yakin?”
“Iya, percaya deh.”
Suara Alex di telepon terdengar
khawatir akan keadaanku, ia tahu bahwa aku tidak sedang baik-baik saja. Tapi aku
tidak mungkin cerita pada Alex atau pada siapapun. Aku tetap bersikukuh bahwa
aku sehat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua aku simpan rapat-rapat
dari siapapun, apalagi dari anak-anak. Aku tidak mau menghancurkan harapan
mereka begitu tahu soal keadaan ibunya. Malam ini aku pikir aku sudah terbebas
dari pertanyaan Alex di telepon, tapi aku salah. Dia menelepon dari depan
rumahku dan sekarang ada di depanku.
“Mana katanya kamu sehat-sehat aja?
Pucat begini bilangnya nggak papa. Jangan pernah anggap sepele penyakit deh.”
“Idih jelek kamu. Kebiasaan nggak
ilang-ilang dari dulu, tiba-tiba muncul kayak jelangkung.”
“Sembarangan. Mana ada jelangkung
ganteng gini?”
Aku cubit pinggangnya sambil tertawa, ia
meringis kesakitan. Ya Tuhan, kenapa bukan Satya yang seperti ini? Kenapa bukan Satya
yang hadir saat aku sakit begini? Kenapa aku masih mengharapkan Satya?
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar