YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 10 September 2018

SISTER


            Aku menelepon Satya memberitahukan tentang keadaan ayah yang sedang kritis. Walaupun kami sudah pisah rumah tapi Satya masih menantu ayah. Tak baik rasanya kalau aku tak memberitahukannya. Bukan aku tak mengharapkan kehadiran Satya, hanya saja kalau setiap akhir percakapan kami cuma jadi pertengkaran nantinya akan sia-sia.

“Halo, maaf aku cuma mau kasih kabar, ayah kritis, kalo sempat tolong mampir ke rumah.”
“Astaga! Aku langsung kesana.”

        Tanpa aku sadari ternyata Diara telah berdiri di dekatku, entah ia mendengar atau tidak ucapanku pada Satya. Aku lihat ia juga sibuk denga telepon genggamnya.

“Satya dimana, Kak?”
“Oh, dia masih di luar kota, tapi dia langsung pulang udah aku kabari.”

        Menjelang siang hari Satya baru sampai di rumah dan langsung menuju ke kamar ayah. Wajahnya seperti getir melihat keadaan ayah, seperti ada luka yang pernah ia sematkan pada ayah dan ia menyesal. Laki-laki berpostur tinggi dan tegap itu langsung mengambil posisi di samping ayah, meraih jari jemari dan menggenggamnya. Cukup lama ia mencium tangannya. Sebuah ucapan ia bisikkan di telinga ayah, mungkin permintaan maaf atau apalah. Aku tak mendengar.

        Pelan-pelan Satya melepaskan tangannya dari tangan ayah, menatap laki-laki senja yang semakin kurus tubuhnya. Tangannya langsung terkulai lemas, tak ada pergerakan. Satya mencoba memanggil ayah beberapa kali. Aku dan Diara menangis terisak di ujung tempat tidur. Ibu masih berusaha memanggil ayah, tangannya tampak menepuk-nepuk pipi sang suami tercinta. Sebelum akhirnya ia menyadari bahwa ayah telah pergi. Aku dan Diara menangis sambil berpelukan. Banyak hal yang kami sembunyikan dari ayah dan membuat ia mengira bahwa kami anak-anaknya baik-baik saja. Sungguh, ingin sekali kami bercerita pada ayah. Ya Tuhan, kami rindu ayah.

*bersambung*


#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day20

Tidak ada komentar: