Ucapan “I love you too” hanya bisa aku teriakan dalam hati tanpa bisa aku
sematkan kembali di telinga Alex. Bukan aku tak ingin membalasnya tapi aku
nggak mampu. Alex tahu benar bagaimana kisah kami. Kisah yang sudah lebih dulu
kami tuliskan berlembar-lembar halaman jauh sebelum pertemuanku dengan Satya. Kami
tak pernah mengikrarkan diri sebagai sepasang kekasih. Tapi hati kami sudah
mewakili. Tepat disaat aku menikah, Alex menghilang tanpa kabar. Sampai
akhirnya kami bertemu kembali di sini. Disaat semuanya telah jauh berganti,
disaat semuanya terlambat untuk dibahas, disaat semua lembaran-lembaran cerita
itu secara terpaksa aku robek dan kujadikan sampah. Oh, mungkin ia pun hanya
menganggapku sampah hingga tak sedikitpun ia berjuang untuk sebuah arti cinta
sejati.
Kami duduk di sebuah
teras restoran bergaya minimalis. Sore ini kami mencoba menenangkan hati kami
berdua untuk sebuah kejujuran. Alex duduk di sebelahku, sesekali menengok
kearahku sambil tersenyum. Sepertinya Tuhan memang sudah mentakdirkan kami
untuk bertemu lagi agar semuanya menjadi jelas. Waktu hanyalah tentang ukuran
yang berjalan berdampingan dengan kita. Tuhan sudah mendekatkan kami dengan
cinta, lantas mengapa kami harus meninggalkan cinta itu dengan benci? Tuhan
sempat menyatukan, lalu kenapa terpecahkan?
“Aku boleh menggenggam tanganmu?”
Aku tahu setelah ini pasti ia akan
menanyakan ada apa denganku. Alex selalu seperti itu, ia pintar membaca aura
wajahku saat aku sedang bermasalah.
“Aku pikir kamu sudah berubah.”
“Maksudmu?”
“Iya, habis ini pasti kamu akan
menanyakan aku lagi kenapa.”
Alex tertawa mendengar ucapanku,
tangannya semakin erat menggenggamku.
“Jadi kamu kenapa? Aku cuma mau
memastikan kamu baik-baik aja.”
“Tuuhh kaan....”
Aku balik tertawa karena semua tebakanku
benar.
“Kalo kamu selalu mau memastikan aku
baik-baik aja, terus kemana kamu selama ini? Kamu tahu aku nggak dalam keadaan
baik-baik aja saat itu.”
“Harus banget dibahas ya?”
“Ya udah nggak penting juga sih
sebenernya, tapi aku cukup merasa seperti sampah aja waktu itu.”
“Aduh kok gitu? Aku baru ketemu loh ada
sampah secantik ini.”
“Nggak usah gombal, nyebelin tahu nggak
kamu itu?”
“Nyebelin kayak gini aja bikin kangen
mulu ya.”
“Idih...”
Sungguh
aku dapat melihat kerinduan terdalam di matanya. Kerinduan yang tiap kali kami
dulu tak bisa bertemu karena kesibukan masing-masing, lalu hanya pantai yang
dapat menebus kerinduan kami. Dahulu, waktu segalanya masih bersama dan
terjalin manis.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar