Ibarat langit, Alex
adalah sosok yang selalu akan menjaga Diandra dari awan mendung. Lantas
bagaimana mungkin Satya bisa mengimbangi apa yang dilakukan Alex? Kalau
ternyata ia sendiri yang memberikan awan hitam untuk Diandra. Pemikiran itu
mulai membuat Satya kalut. Langit adalah lapisan atas dari permukaan bumi dan
digolongkan sebagai lapisan tersendiri yang disebut atmosfer, dan seperti
itulah Alex, ia merupakan atmosfer dalam hati Diandra. Kalau langit terdiri
dari banyak gas dan udara, maka begitulah Alex, menyimpan banyak cinta dan
rindu untuk Diandra. Satya masih merenungi semua yang diucapkan Alex, di bawah
langit malam di depan ruang rawat Diandra.
Satya kini menyadari, ia sempat menggantungkan semua
mimpinya pada awan-awan di langit, karena memang di situlah lokasi mimpi
seharusnya. Namun ternyata ia salah, tak selayaknya ia hanya menempatkan lokasi
mimpinya di langit, tanpa menyentuh bumi, yaitu hati Diandra. Ia biarkan dirinya
terus berlari menuju angkasa dan meninggalkan Diandra. Perempuan yang selalu
ada dikala langit tak selalu cerah. Satya tiba-tiba teringat akan sebuah kutipan
dari seorang penyair yang pernah ia berikan pada Diandra. Kutipan tentang cinta
dari Jalaludin Rumi, “Cinta memiliki lima ratus sayap dan
setiap sayap membentang dari atas surga di langit tertinggi sampai di bawah
bumi”. Ya, langit
tertinggi memang hanya dapat dijangkau dengan cinta, bukan benci, bukan dendam,
apalagi ego.
“Diandra, apakah langit yang pernah kita lukiskan dengan
mata senja penuh rindu masih tersimpan goresannya? Atau malah telah memudar
warnanya?”
“Masih mungkinkah aku membawakan pelangi sekedar untuk
membuatnya kembali berwarna?”
Satya bergumam dalam hati.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar