
Solo masih terlihat asri dan tenang, warganya pun masih ramah saling menyapa baik sesama penduduk setempat ataupun turis lokal seperti kami. Aku dan Ditya sudah lama tak berlibur jauh, terutama Solo, semenjak aku hamil dan kesibukan kami mengurus anak. Tiba-tiba aku merindukan semua itu, Bukittinggi, pulau Lengkuas, Danau Toba. Aku tersenyum sendiri, Arfa menggoyang-goyangkan tangan kananku. Arfa, anak kami yang kini berusia hampir 4 tahun. Tingkahnya yang lucu, cerewet, aktif dan kadang sok tau dan sok tua juga :) Hari ini kami membawa Arfa ke Solo, mengajaknya naik kereta seperti keinginannya dan mengenalkannya pada alam Solo yang indah. Ia begitu senangnya. Lalu kami mampir di Pasar Klewer, salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Mulai dari batik cap kain katun seharga belasan ribu sampai jutaan rupiah tersedia disini. Aku berdiri di salah satu toko, kulihat anakku sedang berusaha menegur dan bermain dengan salah satu bocah pedagang batik.
"Sudah lama jualan batik, bu?" tanyaku pada seorang mbok tua pedagang batik.
"Sudah dek, dari jaman penjajahan, dari simbok kecil," jawabnya bangga tersenyum.
"Wah, beneran mbok?" aku terperanjat.
"Iya. Loh dulunya Pasar Klewer ini kan difungsikan sebagai tempat pemberhentian kereta, terus banyak yang berjualan," simbok mulai bercerita.
"Dulu ini namanya Pasar Slompretan, asalnya dari suara kereta yang mirip dengan suara terompet ditiup," ia seperti mengenang tempat ini.
"Dari dulu itu ya sudah banyak yang jual batik tapi dengan cara dipanggul di pundak, nah karena dipanggul itu batiknya kelihatan berkleweran jadi orang lebih banyak menyebut Pasar Klewer," ujar simbok dengan suara khas Jawa nya.
"Dari mana toh dek?" tanyanya kemudian.
"Dari Jakarta mbok," jawabku tersenyum.
Cerita simbok hampir membuatku lupa kalau aku menunggu Ditya bersama Arfa. Tapi Arfa mendadak tak ada di hadapanku. Aku panik. Padahal aku yakin masih melihat Arfa di dekatku bergurau dengan bocah itu.
"Mari dek, simbok bantu cari, si Tole itu biasanya ndak jauh mainnya, cuma sekitar sini terus balik ke simboknya," ucap simbok dengan santai berusaha menenangkanku.
"Lah itu, bener kan, itu anakmu dek," simbok tersenyum.
Dari kejauhan aku melihat Arfa tengah asyik bercanda sambil melahap serabi Solo dengan bocah itu. Aku sendiri tak pernah tahu anakku suka dengan serabi. Sesekali ia merobek serabi dan memberikannya pada bocah itu. Lalu mereka tertawa. Dunia anak yang kadang sulit ku mengerti. Aku terharu. Arfa tak sedikitpun merasa jijik, ia menikmati permainan itu. Seorang lelaki tiba-tiba menggandeng tangan mungilnya, memberi isyarat untuk pulang. Arfa mengeluarkan coklat Kinder Joy, memberikannya pada bocah itu. Mereka bersalaman, mungkin akan berjumpa lagi saat mereka dewasa. Ditya lalu menggendongnya dan menghampiriku.
"Bunda mau serabi?" tanya Arfa tersenyum.
"Mau," sahutku tersenyum meraih serabi dari tangan Arfa.
Enak, ini serabi terenak menurutku. Aku jadi teringat perbincangan Arfa dan bocah itu, perbincangan yang hangat, sehangat serabi Solo ini.
*bersambung
#15HariNgeblogFF2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar