
Malam ini kamu terlihat sangat kelelahan, rupamu seperti menanggung beban puluhan kilo. Aku menatapnya penuh mesra. Kamu selalu hebat di mataku.
"Kamu kelihatan capek sekali," kataku.
"Hari ini banyak yang harus aku bersihkan, susahnya minta ampun," jawabmu sambil mengeluh.
"Sabarlah, ini sudah menjadi tugas kita," aku berusaha menghiburnya.
"Tapi kamu hebat, seberat apapun tugasmu, kamu mampu menyelesaikan dengan baik," kataku lagi sambil tersenyum.
"Yang hebat itu kamu, kamu nggak pernah mengeluh sedikitpun," kamu balik memujiku.
Aku hanya tersenyum. Kalau saja kamu tahu, hari ini aku menangis dengan serunya. Sang pemilik sikat gigi sudah membeli sikat gigi baru, itu artinya posisiku akan tergantikan. Dan yang paling menyedihkan tentu saja tentang kita yang harus berpisah. Tapi aku masih menyimpan semua ini, aku bingung harus bagaimana aku tanpamu. Di ruangan ini kita kerap berbagi bersama, bercerita tentang isi hati kita yang terdalam, merasakan hal yang tak pernah siapapun miliki, hanya kita.
Dan hari itupun datang juga. Sang pemilik meletakkanku di pinggiran wastafel. Kamu terdiam melihatku. Tepatnya kita terdiam melihat semua ini. Tak mampu menolak, tak bisa melawan, apalagi membantah situasi ini. Aku berusaha menyembunyikan kesedihan dan airmataku. Berpisah denganmu adalah hal terberat dari menyikat gigi kuda sekalipun. Mulai malam ini sepertinya kita tak akan menggenggam kebersamaan kita lagi. Aku menatap tong sampah di sebelah wastafel, tempat yang akan menjadi persinggahan terakhirku di ruangan ini. Aku akan sangat merindukanmu...
"Kenapa kita harus berpisah?" tanyamu dari dalam wadah.
Suaranya terdengar datar namun penuh kesal.
"Aku senang kita pernah bersama," jawaban yang bukan diharapkan olehmu pastinya.
"Aku lebih bahagia kita nggak berpisah, sakit rasanya. Kamu yang membuat aku kuat selama ini, bukan diri aku. Lalu aku harus bagaimana tanpamu?" ujarmu panjang.
Kata-katamu membuatku sulit menahan rasa ini, aku menangis. Malam ini aku menangis dengan luka yang tak mampu kubendung. Teramat dalam cinta ini buatmu.
"Praaakk...!"
Sang pemilik menggerutu kesal dan membuang sikat giginya ke dalam tong sampah.
"Apa yang kamu lakukan?" aku terkejut melihatmu berada di tong sampah bersamaku.
"Aku kan sudah bilang, aku lebih bahagia kita tak berpisah," kamu tersenyum.
Ah, aku rindu senyum itu, senyum yang tak akan aku dapatkan dari sikat gigi manapun, hanya kamu. Kali ini walau keadaanmu terbelah dan rusakpun aku tetap mencintaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar