
Mang Diding mengayuh odong-odongnya dengan sigap, meniti pinggiran jalan yang ramai akan kendaraan. Ia membelokkan odong-odongnya ke suatu komplek perumahan. Sore itu langganannya telah berkumpul di depan rumahku, termasuk Ara putri kecilku. Setibanya disana semua langganannya berebut naik ke atas odong-odong mang Diding. Ia mengayuhnya diiringi lagu dari tape kecil yang seadanya. Aku memegangi Ara dari belakang, tubuhnya belum terlalu kuat untuk duduk di atas odong-odong ini tapi keinginannya begitu besar. Kali ini Ayu, sepupu Ara ikut menaiki odong-odong. Tubuhnya sudah agak lebih besar dari Ara, begitupun usianya.
"Ini ponakannya, bu?" tanya mang Diding padaku.
"Iya," sahutku cepat.
Mang Diding masih asyik mengayuh dan sesekali meladeni pertanyaan atau permintaan bocah-bocah ini. Mereka terlihat riang gembira dengan odong-odong.
"Bu, itu siapa? Sodaranya ibu?" tanya mang Diding sambil menunjuk kearah rumahku.
"Iya, itu kakak ipar mang, nih bapaknya Ayu," jawabku.
"Hah, beneran bu ini anaknya?" mang Diding kembali bertanya.
"Iya mang, masa iya saya bohong, memang kenapa?" aku jadi penasaran melihat wajahnya.
"Bu, maaf ya, bapak itu setahu saya rumahnya nggak disini, tapi di komplek dekat pasar sana, anaknya juga bukan ini, anaknya itu masih hampir setahun, langganan saya juga kok," ungkap mang Diding.
"Mang Diding yakin?" aku terkejut mendengarnya.
Dua hari setelah pengakuan mang Diding, mas Adnan memang pergi, mbak Shara bilang ada tugas di luar kota. Entah benar apa tidak.
"Mbak, ikut yuk, aku sama Ibu mau jalan-jalan," aku mengajak kakak ku pergi di hari libur itu.
Lalu kami berhenti di suatu rumah bernuansa biru, berpagar putih.
"Itu bukan mobilnya mas Adnan ya, mbak?" kataku.
"Iya tuh, kok ada disini ya? Ini rumah siapa sih, Sya?" ia mulai merasakan ada sesuatu yang disembunyikan.
"Coba kamu saja yang ketok pintunya, Ra," pinta Ibu.
Mbak Shara langsung mengetuk pintu dengan rasa penasaran yang teramat besar. Tak lama pintu pun dibuka oleh seorang pria yang sangat dikenalnya.
"Mas Adnan?! Ngapain disini? Ini rumah siapa?" ia langsung menghujam Adnan dengan bermacam pertanyaan.
Aku melihat mas Adnan sangat terkejut dengan kehadiran kami di rumahnya bersama perempuan itu. Seorang perempuan muda yang keluar menghampirinya dengan menggendong seorang anak kecil tak lebih dari setahun.
"Ada apa, mas? Siapa perempuan ini?" ia bertanya.
"Saya istrinya, siapa kamu?!" mbak Shara menjawab dengan ketus.
"Saya istrinya," perempuan itu pun menjawab dengan pernyataan yang sama, sebagai istrinya.
"Plaak!" mbak Shara menampar sang suami dengan berjuta emosi tinggi, lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Mas Adnan hanya terdiam lemas, raganya terlihat pasrah, entah hatinya...
"Kamu tahu dari mana soal ini semua?" mbak Shara bertanya padaku dalam perjalanan pulang.
"Mang Diding, tukang odong-odong," jawabku pelan.
Mbak Shara menarik nafas panjang, tak ada airmata, hanya amarah yang memuncak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar