
Aku merapihkan isi lemari yang telah semakin penuh dengan barang-barang. Beberapa aku sortir, yang tak terpakai aku buang. Isi lemari ini sebagian milikku dan sisanya milik Ditya. Surat-surat berharga milik kami, foto-foto pernikahan kami dan foto-foto masa muda kami. Ini foto bulan madu kami di Padang, dan ini foto terbaru saat Ditya mengajakku ke pulau Lengkuas. Aku tersenyum menatapnya.
"Kamu sedang apa?" tanya Ditya memasuki kamar.
"Membereskan lemari," sahutku.
"Kok senyum-senyum?" kamu menyusulku duduk disampingku.
"Lucu lihat foto-foto," jawabku.
"Eh, ini fotoku jaman kuliah," katamu sambil tertawa.
"Iya, foto jembatan Musi nya bagus ya," ucapku mengamati foto.
Lalu kamu terdiam sambil memegang foto itu.
"Jingga diujung senja, di bumi Sriwijaya," katamu kemudian.
Aku masih tak mengerti.
"Foto itu mengingatkan aku akan seorang gadis kecil penjual buku keliling, saat kami makan di pinggiran sungai Musi, ia memohon agar bukunya dibeli karena seharian itu ia belum makan. Aku mengajaknya makan bersama kami, dan semua teman memborong habis buku-bukunya, lalu ia memberikanku buku berjudul Jingga Diujung Senja. Bukunya hanya terdiri dari lembaran-lembaran yang disatukan dengan tali rafiah," Ditya bercerita panjang.
"Anak kecil yang malang," kataku.
"Sesengguhnya ia begitu hebat, karena buku itu dibuatnya sendiri, dengan tulisan tangan dan cover yang digambarnya sendiri," kamu meneruskan cerita sambil tersenyum.
Ada rasa bangga di wajah Ditya pada gadis kecil penjual buku keliling.
"Mungkin hanya gadis kecil itu yang menjual buku keliling di kota Palembang, ide yang cemerlang tapi tak satupun memahami," ucapmu sambil memandangku.
"Siapa nama gadis kecil itu?" tanyaku pada Ditya.
"Jingga," jawabmu pelan.
*bersambung
#15HariNgeblogFF2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar