
"Mengapa bisa ada pasar terapung, tan?" tanyaku pada tante Dewi yang tinggal di daerah Banjarmasin ini.
"Karena daerah kami dipengaruhi oleh banyaknya sungai, danau dan rawa yang mengelilingi kota ini sehingga pasar terapung menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat di Banjar. Proses jual beli pun dilakukan diatas perahu," jawab tante Dewi.
Pagi ini aktivitas pasar terapung sudah sangat ramai, ada yang berjualan sayuran, buah, alat rumah tangga dan lain-lain. Proses persiapan di rumah untuk berdagang sudah dimulai sejak pukul 3 pagi, tapi pasar terapung baru digelar pukul setengah enam pagi. Pasar terapung yang berada di Lok Baintan ini telah ada sejak puluhan tahun lalu. Disini, pasar terapung sebagai pasar tradisional dilakukan di hulu sungai Martapura dan dibuka hanya pada hari Minggu dan hari libur saja. Ini pengalaman menarik buatku dan Ditya karena kami baru pertama kali mengunjungi Kalimantan. Biasanya liburan kami hanya bertumpu pada pulau Jawa dan Sumatera. Seperti halnya pulau Lengkuas, Bukittinggi, Surabaya ataupun Danau Toba, semua memiliki daya tarik tersendiri. Selalu ada pengalaman unik didalamnya. Aku dan Ditya akhirnya mencoba ikut menjadi bagian dari keramaian pasar terapung. Tante Dewi yang berbicara pada penjual manakala kami menanyakan harga atau barang yang kami tuju. Banyaknya perahu membuat perahu kami ikut bersenggolan dengan perahu lain. Seorang nenek yang sudah sangat sepuh tiba-tiba mencolek tubuh Ditya.
"Ada apa, Nek?" kamu bertanya ramah pada nenek tersebut.
Nenek tua itu hanya menyodorkan sebuah kain pada Ditya, dan Ditya menolak karena ia merasa tak ingin membeli kain. Namun tante Dewi menyarankan untuk mengambilnya dan berusaha bertanya pada nenek itu dengan bahasa Banjar.
"Katanya ini kain yang ia buat sendiri saat ia muda, ia membuatnya dengan cinta karena kain itu mempertemukan ia dengan sang suami tercinta. Ia nggak mau dibayar, ia cuma mau kamu menerimanya dan berikanlah pada orang yang paling kamu sayang, karena ia mungkin nggak akan bisa menyimpan kain itu lagi. Sebaiknya kamu terima dengan baik, Dit," ujar tante Dewi.
Ditya mengikuti saran tante Dewi dan menerima kain pemberian nenek sepuh itu. Nenek itu nampak senang, ada senyum tipis melukis wajahnya yang telah penuh dengan keriput. Dan ia berlalu dengan perahunya. Kain yang sangat indah dan cantik, seratnya pun masih kuat tak rapuh sedikitpun.
"Ini kain apa namanya, tan?" tanya Ditya saat kami beristirahat.
"Sasirangan, Sasirangan adalah kain adat suku Banjar yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup, ini Sasirangan dengan motif kembang kacang, ini Sasirangan terindah yang pernah tante lihat," sahut tante Dewi memperhatikan Sasirangan di tangannya.
"Cocok dong ya kalau aku kasih untuk yang paling cantik dan paling aku sayang?" kamu melirikku tersenyum.
"Huuu..gombal.." ucapku tertawa.
Tante Dewi ikut tertawa melihat kelakuan kami.
*bersambung
#15HariNgeblogFF2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar