


"Bang, soto betawinya satu, jangan pakai tomat ya," teriakku pada bang Juki. "Siap! Biasa ya neng," sahutnya dari dalam dapur tempat ia meracik soto betawi.
Warung soto betawi bang Juki ini adalah langgananku sejak dulu. Awalnya hanya warung tenda kecil depan kantor tapi karena rasanya yang teramat enak dan nikmat banyak orang yang ketagihan dan laku keras. Warung pun berganti menjadi sebuah ruko tapi tetap tak meninggalkan gerobak soto betawinya. Dan bang Juki sudah hafal pesananku. Tak jarang untuk acara di rumah aku memesan soto betawi padanya. Siang ini warung soto betawi bang Juki terlihat agak sepi.
"Tumben agak sepi ya, bang," tanyaku.
"Iya neng Yuri, mungkin orang udah banyak yang libur kali, besok kan tanggal merah," jawabnya.
"O iya ya besok tanggal merah. Tutup dong ya, bang,"kataku tersenyum.
"Iya neng, tapi saya senang kalau tanggal merah begini, saya sama keluarga bisa libur gratis," sahut bang Juki sumringah.
"Libur gratis bang? Dari mana?" tanyaku bingung.
"Ya sama mas bos, dari dulu itu udah jadi janjinya mas bos ke saya, kalau ada tanggal merah itu rejeki buat saya dan keluarga untuk liburan," bang Juki menjelaskan.
"Wah enak banget bang," aku tertawa.
Seketika itu datanglah seorang pria muda membawa sebuah panci besar, entah berisi apa, tapi sepertinya daging-daging untuk soto betawi bang Juki. Bang Juki langsung berdiri dan membantunya. Tak lama, pria muda tadi langsung pergi lagi dengan mobilnya.
"Siapa bang?" tanyaku.
"Oh, itu, anak saya neng," jawabnya tersenyum.
Anaknya bang Juki ganteng banget! Kok bisa? Setahu aku istrinya juga nggak cantik-cantik banget, putih sih memang. Tapi anaknya bisa seganteng itu? Yuri cukup takjub.
"Umur berapa bang?" tanyaku penasaran.
"Masih muda neng, badannya aja yang bongsor," sahut bang Juki.
Yuri hanya mengangguk tersenyum, lalu kembali ke kantornya.
Hari ini warung soto betawi bang Juki ramai penuh sesak, Yuri melongok kearah gerobak dari kejauhan. Itu bukan bang Juki. Ia menghampiri si pria muda.
"Kamu anaknya bang Juki? Bang Juki kemana?" tanyaku.
"Bapak sakit mbak, kemarin habis libur masuk angin parah," jawabnya.
"Waduh, gimana nih," Yuri terlihat bingung.
"Ada apa mbak? Kok bingung gitu?" ia balik bertanya.
"Saya butuh ketemu bang Juki, saya mau tanya resep soto betawi sekalian mau minta ajarin cara masaknya. Rumah bang Juki dimana ya?" ujar Yuri.
"Wah kalau sakit begini mana mungkin juga Bapak bisa ngajarin mbak."
"Iya juga ya," Yuri semakin bingung. Lalu Yuri bergegas kembali ke kantornya.
Malam ini adalah malam perjodohan yang paling tak bisa ditolak oleh Yuri. Orangtuanya memaksa untuk mempertemukan ia dengan anak relasi kantor Ayahnya. Ditambah sedikit pemaksaan dari sang Ibu untuk Yuri memasak perdana soto betawi di pertemuan ini. Kenapa harus soto betawi? Kenapa nggak telur ceplok sama kecap manis dan nasi putih aja? Kenapa nggak nasi goreng aja? Bumbunya kan lebih gampang dicari di supermarket. Yuri hanya ngedumel dalam hati. Sungguh soal masak dan perjodohan ini sangat memberatkan hatinya. Dan menu pun berubah dengan masakan istimewa Ibu. Setidaknya ada yang membuat hatinya lega. Dari dalam kamar ia mendengar relasi Ayah telah datang ke rumahnya, berikut anak lelakinya yang akan dijodohkan dengan dirinya. Ibu memanggilnya untuk segera keluar.
"Kamu? Kamu bukan anaknya bang Juki?!" aku terbelalak kaget melihat sosok di hadapanku.
"Kenalkan, namaku Danu," ia tersenyum.
Danu adalah anak relasi Ayah yang dulu kuliah kuliner di Perancis. Bang Juki dulu adalah tukang kebun di rumahnya. Danu menyuruhnya untuk berdagang soto betawi hasil olahan menunya. Jadi bang Juki hanya bertugas berjualan, soto betawi itu hasil masakan Danu. Ia telah lebih dulu tahu tentang Yuri dari bang Juki.
"Mau aku kasih resep soto betawinya bang Juki?" bisiknya tersenyum di sebelahku.
"Percuma, aku nggak bisa masak," sahutku ketawa.
"Kalau aku ajarin masak berdua, mau?" tanya Danu menatapku.
Aku mengangguk penuh senyum bahagia. Nggak mungkin aku menolak soto betawi, apalagi menolak kamu yang akan jadi koki gantengku :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar