Pria besar ini masih saja coba memaksaku. Penolakanku tak digubrisnya, malah ia terus merayuku. "Aku nggak mau! Aku kapok, aku nggak mau!" aku mulai berteriak. Kenapa kamu masih saja memaksa, merayu agar aku terbujuk melakukannya. Aku bergegas berlari masuk, tapi kamu justru memegang tanganku erat, menarikku untuk tetap didekatmu. Sepertinya sebentar lagi aku mulai menangis. Ah, benar saja, tatapanmu yang tajam dan menakutkan membuatku langsung menangis. Kenapa kamu sedikitpun nggak mau menghargai aku, keputusan aku?
Aku takut, takut setengah mati, buat aku ini seperti mengulang kejadian minggu lalu. Tapi hari ini aku dipaksa untuk melakukan hal itu lagi, bersamamu. Keringat ini mendadak terasa sebesar butiran jagung yang ada di sekujur tubuh, jantung ini berdegup kencang, sekencang paksaan dan rayuanmu yang tak mungkin aku tolak. Ya Tuhan, sumpah aku takut, apa aku benar-benar harus melakukannya lagi? Kedua tanganku sepertinya mulai bergetar kuat, tak beda jauh dengan keadaan kedua kakiku. "Bisa nggak sih kamu nggak menatapku seperti itu?" tangisku dalam hati. Tatapanmu semakin memojokkanku.
Aku tahu kamu memang laki-laki keras kepala, egois, kalau sudah maunya ya harus dituruti. Kalau saja bukan karena rasa sayangku yang besar, aku nggak mau mengikuti keinginanmu ini. Sambil menarik napas panjang aku berusaha memegangnya, pelan-pelan aku naik dan mengayuhnya dengan dag dig dug... "Ayaaaahhhhh!!!! Aku takuuuttt!!!" aku berteriak memegang stang sepeda yang mulai berbelok-belok. "Gubraaaakkk...!!!" "Cikaaa...kamu nggak papa?" Ayah berlari menuju selokan tempat aku jatuh dari sepeda. "Aku kan udah bilang, aku nggak mau! Aku kapok!" teriakku kesal. Ayah hanya tertawa geli.
Jumat, 13 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar