Ada kagum teramat dalam yang tersirat dari wajah Rico pada sang kakek saat menatap nisannya. Di hari pahlawan ini Taman Makam Pahlawan begitu ramainya. Pejabat dan petinggi negeri ini menjadi pemandangan yang biasa di makam ini. Rico lalu bercerita bagaimana hebatnya sang kakek di masa penjajahan, dan ia tak pernah bosan kala sang kakek menceritakan tentang masa mudanya. Bahkan setiap malam dongeng sang kakek tentang jaman perang menjadi dongeng yang ditunggu-tunggu Rico. Hampir setengah dari hidup yang Rico jalani adalah berkat kasih sayang sang kakek. Ibunya telah tiada sejak Rico berusia 5 tahun, sedangkan ayahnya harus bekerja di negeri orang di sebuah lepas pantai dan pertemuan dengan ayahnya hanya bisa dihitung waktu. Maka sang kakek adalah sosok yang sangat ia hormati dan cintai.
Menjadi bocah berusia 5 tahun tanpa kasih sayang seorang ibu, membuat Rico sangat bergantung pada sang kakek. Ia mungkin tak bisa menggantikan sosok ibu apalagi berperan sebagai ibu, namun sang kakek selalu ada disaat Rico menangis merindukan ibu, merintih memanggil ibu dan tersenyum bertemu ibu di mimpinya. Kakek mengajarkan Rico tentang hidup, berjuang, belajar dan bersikap sebagai laki-laki sejati. Selalu ada airmata di setiap liku hidup, pejuang sekalipun, ucap sang kakek. Dan kakek tak pernah berusaha memarahinya saat Rico bersedih. Ia memahaminya. Bukan airmata yang membuatmu lemah, namun perjuangan setelah airmata itu keluar dari matamu, akan menjadi layak atau hanya terbuang sia-sia? Kata-kata itu selalu terkenang dibenak Rico hingga sekarang ini.
Hal yang tak mungkin aku palingkan dari sikap Rico adalah caranya menghargai perempuan, dan itu ia dapatkan dari sang kakek. Sampai saat ini, hal itu menjadi kebanggaan tersendiri buatku tentang Rico. Selama 5 tahun kebersamaanku dengan Rico, tak secuilpun ia pernah mencoba menorehkan luka di hatiku. Menurutnya dengan cinta yang kami punya sebanyak ini, kami tak boleh menyia-nyiakannya. Aku sempat mengenal kakek, waktu itu usia pacaran kami masih seumur jagung dan kakek sudah terlihat sangat sepuh. Tapi satu yang aku kagum, ia tidak pikun. Katanya karena ia terbiasa menulis dan hobi membaca sejak remaja. Hebat! Dan saat kakek harus berpulang, tak lama setelah kami berkenalan. Seolah pesan dan ucapan kakek sebelum ia pergi menjadi sumpah tersendiri di dadaku. Ya Kek, aku akan menjaga cucumu dengan baik. Rico merangkulku penuh cinta sambil tersenyum menatap nisan sang kakek.
#15HariNgeblogFF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar