Ayah menggenggam erat tanganku, matanya
penuh harap, penuh maaf, penuh cinta. Aku seperti tak pernah menemukan tatapan
ayah seperti ini. Ya, aku rindu tatapan ayah yang selalu menenangkan dan
menghangatkan. Ayah akan selalu jadi ayah terbaik dalam hidupku, ayah paling
sempurna dalam jiwaku. Ia tersenyum, aku merintih dalam hati. Hanya dalam hati.
Aku tak mampu membalas tatapan ayah penuh senyum. Aku seperti mendadak rapuh.
Rapuh melihatnya terbaring namun penuh senyuman, tanpa keluhan. Ada keikhlasan tersirat
dari tubuhnya yang lemah.
“Kamu nggak usah suruh Diara pulang ya,
kasihan dia sibuk,” pinta Ayah pelan.
“ Tapi Diara harus tahu Ayah sakit,”
sahutku cepat.
“Jangan…” Ayah menggeleng.
Aku pasrah mengangguk. Hati tercabik.
Tak mungkin aku menyembunyikan ini dari Diara, ini kan ayahnya juga. Melihat
keras hatinya sama persis seperti Diara. Aku mengalihkan pandangan kearah
Satya, suamiku. Ia hanya memberi kode untuk mengiyakan saja semua keinginan
ayah. Setidaknya di depan ayah.
“Diandra, terima kasih ya…”
“Terima kasih untuk apa, Ayah?”
“Karena kamu sudah memberikan Ayah
hadiah terbaik dalam hidup, bukan S2, bukan S3.”
Aku semakin bingung dengan jawaban ayah.
“Empat cucu yang lucu dan sehat…” Ayah
tersenyum.
Aku terenyuh mendengar ucapan ayah, ini
seperti sudah ia lepaskan semua ego dalam hatinya padaku.
“Mungkin cuma itu yang bisa Diandra
kasih untuk Ayah, Diandra nggak bisa kasih S2, pekerjaan Diandra hanya karyawan
biasa.”
“Cuma??? Nak, itu luar biasa buat Ayah.
Sungguh…”
Aku terdiam. Menahan airmata sekuat tenaga yang
sebenarnya sudah membendung untuk keluar membanjiri pipi.
Aku kuat… Aku kuat…
Aku kuat…
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar