YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 23 Agustus 2018

SISTER


          Apa jeleknya sih masuk jurusan Bahasa? Aku nggak pernah menganggap bahwa masuk jurusan Bahasa adalah suatu kemunduran pemikiran ataupun kebodohan seseorang. Apa semua manusia pintar pasti jenius di matematika? Kan nggak begitu juga. Tapi ya apapun itu, Ayah tetaplah Ayah. Meski kesal atau sulit menerima, aku tetap harus menghormatinya. Pun aku tetap menerima keadaan bahwa Diara yang lebih menjadi kebanggaan Ayah dibanding aku. Sejak kecil aku sudah terbiasa menghadapi semuanya dengan sikap dewasa. Entah dewasa atau sok dewasa. Terkadang hanya bisa bercerita pada Ibu yang pada akhirnya hanya merespon dengan senyuman sambil mengelus pipiku. “Jadi kakak harus sabar...” Kalau sudah begitu aku hanya bisa diam sambil menghela nafas. Ibu pernah menanyakan hal iseng padaku. “Diandra, kalau kamu sudah besar nanti, apa kamu mau punya suami seperti Ayah?” Aku mengernyitkan dahiku. “Ya kenapa nggak? Ayah kan sosok laki-laki baik, bertanggung jawab, penyayang, pintar, kayaknya nggak ada yang nggak bisa Ayah perbaiki di rumah ini, iya kan, Bu?” Ibu hanya tersenyum. “Yakin? Bukannya kamu suka mengeluh kalau Ayah pilih kasih?” Aku tertawa. “Ah Ibu... Kalau soal itu biarinlah, semua orangtua pasti lebih memilih anak yang pintar dibanding yang bodoh kan?” Ibu merangkul pundakku. “Ibu lebih memilih anak yang selalu mendoakan orangtuanya.” Aku tersenyum.
       Usiaku dan Diara terpaut 3 tahun, tapi ukuran tubuh kami tak berbeda jauh, walaupun ukuran sepatu Diara memang lebih besar daripada aku. Kulit Diara lebih putih dariku, ia mewarisi kulit Ibu yang putih bersih. Tapi aku mewarisi warna bola mata Ibu yang coklat. Aku ingat saat kami kecil, Diara selalu malas merapihkan kamar dan tempat tidur. Belum lagi buku-buku yang berserakan di sisi tempat tidur karena hobinya yang selalu membaca buku sebelum kami tidur. Hobi kami sebenarnya sama yaitu membaca buku, tapi jenis buku kesukaan kami berbeda. Tugas bersih-bersih kamar ini selalu Ibu berikan padaku. Ibu berkeyakinan bahwa aku lebih bersih dalam hal menyapu. Aku tahu Ibu berusaha untuk memuji agar aku mau melakukannya, padahal tanpa itupun aku pasti mau. Diara sebenarnya adik yang menyenangkan, terkadang kami tertawa bersama karena membahas suatu hal. Di usia kami yang telah dewasa ini, aku sering merindukan tawa yang pernah kami rajut bersama. Untuk hal apapun. Jarak yang berjauhan, waktu yang tak dapat diterka dan kesempatan yang berlomba dengan segala kemungkinan. 


*bersambung*


#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day2

Tidak ada komentar: