“Kak,
lagi ngapain? Sibuk?”
“Nggak
Diara, kakak nggak sibuk. Kamu apa kabar? Lagi sibuk apa sekarang?”
“Baik
Kak, biasalah Diara lagi sibuk kuliah sekalian kerja, Kak.”
“Wah,
bagus dong kalau bisa sambil kerja? Yuka apa kabar?”
“Yuka
baik, dia masih meeting belum pulang. Ayah sama Ibu sehat, Kak? Kemarin Diara
telepon Ibu katanya Ayah lagi nggak di rumah.”
“Iya,
Ayah dan Ibu sehat.”
Lalu
percakapan kami di chat pribadi ini
terhenti.
Ah, mungkin Diara kembali sibuk,
pikirku. Tapi entah kenapa aku merasa seolah ada yang ingin Diara ceritakan.
Aku bukan tak berani menanyakan, tapi tak mampu. Begitu hafalnya aku dengan
sifat Diara yang tak mau orang lain tahu tentang hidupnya. Orang lain hanya
layak tahu tentang apa yang sudah ia capai selama ini, pendidikannya atau pekerjaannya.
Bahkan aku sendiri tak tahu kalau dulu adikku ini telah memiliki calon suami,
ironis ya, seorang kakak nggak tahu apa-apa soal adiknya. Aku sampai berpikir,
ini salah aku atau memang Diara yang sangat sulit terbuka padaku?
Diara kini telah menikah selama hampir
10 tahun, namun Tuhan belum mempercayakan Diara dan Yuka untuk memiliki keturunan.
Apalagi untuk hal ini, sesuatu yang sangat sensitif untuk aku tanyakan pada
Diara mengapa ia dan suaminya tidak mau berusaha ke dokter untuk mengupayakan
memiliki anak. Bayi tabungkah? Atau apapun jenis usahanya. Buat aku sih nggak
masalah, karena pernikahan bukan hanya soal memiliki keturunan atau tidak. Tapi
buat Ayah dan Ibu mungkin menjadi persoalan besar karena mereka sangat ingin
menimang cucu dari Diara dan Yuka. Walaupun mereka telah memiliki 4 orang cucu
dari aku dan Satya, tapi tetap saja akan berbeda dari setiap anak. Apalagi
Ayah, sosok yang sangat penuh harapan pada Diara. Pastilah ia tidak hanya
berharap tentang pendidikan dan pekerjaan Diara, tapi juga soal anak.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar