Jiwa kita memang tidak bisa memilih
ingin hidup dengan siapa, hidup dimana, ataupun hidup yang bagaimana. Garis
hidup dari Tuhan memang sulit ditebak, oleh ramalan sekalipun. Seperti aku yang
harus hidup dengan keluarga ini. Tidak, tidak, orangtuaku bukan orangtua jahat
atau kejam, mereka bahkan sangat baik dan sayang terhadapku. Tapi memiliki adik
perempuan seperti Diara merupakan keunikan tersendiri buat aku. Iya unik. Sejak
kecil kedekatan kami sebagai adik kakak sama seperti halnya adik kakak lain,
wajar dan normal. Tapi mungkin terlalu biasa aku menganggapnya. Kami bukanlah adik
kakak yang sering mengungkapkan segalanya dengan berpelukan, menangis bersama,
atau menghabiskan waktu bersama. Buat aku, Diara terlalu tegar untuk dijadikan
sebagai adik, terlalu cuek sebagai adik dan terlalu sibuk dengan dunianya. Dia
pekerja tangguh, mandiri dan pintar. Meneruskan S2 di luar negeri sambil
bekerja, membuat jarak kami semakin melangkah jauh. Sesekali kami bertelepon,
bertukar kabar di chat pribadi, tapi tak pernah ada kejujuran berkeluh kesah
tentang hal pribadi.
Mungkin
karena keseharianku sejak dulu bersama anak-anak, mengajar di sebuah sekolah
swasta, mendengarkan cerita mereka dan merasakan kebahagiaan mereka, maka aku
terlihat lebih peka, lebih punya empati. Dalam pergaulan, Diara lebih memilih
dibanding aku. Hanya orang-orang tertentu yang bisa dekat dengan Diara sebagai
sahabatnya. Itulah mengapa Diara terlihat lebih eksklusif dibanding aku yang
tak pernah sedikitpun menyeleksi mau seperti apa model teman-temanku. Ya buat
apa juga? Toh nantinya akan ada seleksi alam saat kita sedang terpuruk, mereka
akan tetap ada atau tidak? Inilah yang seringkali membuat Ayah kami sedikit
pilih kasih. Iya, aku menyebutnya pilih kasih. Ayah seringkali merasa aneh melihat
pertemananku yang ajaib dengan beberapa orang, namun tak pernah merasa aneh
melihat teman-teman Diara yang eksklusif. Ayah seringkali marah besar saat
nilai matematikaku hanya 6 atau malah 5. Ayah seringkali habis-habisan
menceramahiku saat aku memutuskan memilih bahasa sebagai mata pelajaran
kesukaanku. “Mau jadi apa nanti kalau masuk bahasa? Penjurusan di SMA yang
masuk kelas bahasa itu hanya anak buangan…” Jujur deh, kalau bukan Ayah yang
bilang kayak gitu mungkin sudah aku hajar itu orang.
*bersambung*
#30DWC
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day1
#30DWCJilid14
#Squad4
#Day1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar