Aku masih berdiri di depan pintu masuk restoran ini. Rasa ragu ini terasa lebih besar dari rasa percaya diriku yang semestinya. Tulisan selamat datang di dindingnya telah lama menyambutku, dan sapaan Roberto. Ia pemilik restoran ini. Bahkan aroma khas mozzarella, dan basil yang mempercantik wujudnya yang kuhirup sejak tadi semakin membuatku ingin menyentuhnya. Antara bau dan keraguan ini bercampur aduk. Kamu masih duduk bersama fettucine dan kopi espresso. Lasagna dan coffee latte sepertinya sudah menunggu kehadiranku, kamu selalu hafal pesananku di restoran ini. Dan kamu selalu tahu bagaimana harus menghadapi kebodohan-kebodohanku selama ini. Termasuk saat ini. Kuharap kamu tak melihat kikuknya sikapku atas semua ini. Ah... Aku butuh keberanian sejuta persen. Aku takut.
"Hai Lizz," sapaanku di tengah beratnya langkah ini. Kamu tersenyum, cantik sekali.
"Duduklah, Fay. Kamu terlihat pucat, makanlah dulu," Lizz membantuku meletakkan tas-tas dan melepas topiku. Kamu terlihat sigap membantuku, sekaligus menyayangiku. Aku pasti akan sangat rindu kamu Lizz...
Lizz nampak terkejut melihat helai-helai rambutku yang semakin banyak tertinggal di topiku. Ia memelukku. Aku duduk dengan tangan agak gemetar. Sekarang Lizz menyuapi lasagna penuh cinta. Ia malah tak berusaha ingin tahu apa isi kertas yang aku pegang dari tadi.
"Sisa hidupku tinggal sebulan lagi, Lizz. Aku akan mati," kataku dengan suara parau.
Aku memberikan kertas hasil cek up ku, tapi ia hanya menaruhnya di meja kecil ini. Ia tak peduli apa isi kertas itu. Ia hanya memelukku, mencoba membesarkan hatiku. Sekaligus hatinya mungkin.

Soriano Trattoria.
Siang ini kamu begitu cantiknya Lizz. Bahkan tak kamu gubris beberapa lelaki yang mencoba duduk di sofa restoran ini. Kamu tahu sofa itu selalu jadi milik kita, terutama aku. Menu favorit mu bertambah, lasagna dan coffee latte, kesukaanku. Mozzarella yang menempel di sudut bibir mungilmu. Hanya aku yang bisa menikmati tiap sudut bibir indahmu. Ternyata cantikmu tak membuat kamu jadi liar tanpa aku. Kamu selalu disitu, menemani rindu kita. Dan Roberto yang sesekali menyapa heningmu.
Lalu aku hanya menatapmu dari kejauhan.
Terima kasih atas cintamu yang teramat dalam Lizz...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar