YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 11 April 2012

Sahara

Sahara menghentikan langkahnya di depan sebuah restoran. Cukup lama sampai seseorang menyapanya. "Soriano Trattoria, selamat siang," seorang pramusaji tersenyum padanya. "Mengapa restoran ini terlihat sepi? Bukankah sejak dulu selalu ramai pengunjung?" tanyaku langsung. Biasanya aroma mozzarella sudah tercium di ujung pintu ini. "Sudah setahun ini restoran sepi, pemiliknya sudah jarang mengurusnya, malah sebentar lagi mau dijual," pramusaji bercerita panjang. Aku terkejut dengan penjelasannya. Pikirannya langsung tertuju pada Roberto. Dimanakah ia sekarang? Tak mungkin Roberto akan menjual restoran ini. Sahara sangat yakin restoran ini adalah jiwanya, Soriano Trattoria adalah nadinya yang tak akan ia putus tiap seratnya. Aku memutuskan untuk singgah di restoran ini. Mataku berkeliling mencari sang pemilik tapi hanya dinding-dinding yang terlihat mulai koyak tak bertuan. Usang, lusuh, rapuh. Dan pandanganku tentang usang, lusuh dan rapuh sekarang tertumpu di depan mataku sendiri.

"Roberto," kataku pelan. Aku terkesima pada keadaannya. Sama persis seperti wajah restoran ini.
"Untuk apa kamu kembali? Belum cukup sudah membuat aku dan restoran ini sengsara?" kata-katanya yang pelan namun menyayat perasaanku.

Aku tahu ia sangat marah. Aku sangat mengenalnya. 5 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kami saling memiliki sebuah cinta. Ayahku memaksa aku menikahi laki-laki yang sama sekali tidak aku cintai bahkan tak aku kenal, hanya demi sebuah hutang. Mungkin terdengar menjual anaknya secara terselubung, tapi sebagai anak, aku harap sikapku itu sebagai tanda besarnya rasa sayangku pada mereka. Walau harus mengecewakan Roberto. Walau harus aku jalani hidup tanpa cinta di dalamnya, karena laki-laki itu hanyalah sampah seorang anak konglomerat yang gila perempuan. Tuhan lebih tahu tentang isi hatiku dan rinduku yang terbaca tiap detik hanya untuk Roberto. Kami bercerai, tepat sehari setelah Ayah berpulang. Ibu yang selalu bijaksana, mungkin ia merasakan kangen ku pada Roberto. "Kembalilah pada apa yang ada di hatimu."

Dan begitulah Roberto, ia selalu menjadi pendengar yang baik atas semua keluh kesahku hingga bahagiaku. Dalam amarahnya tak pernah meledak-ledak dan meluap-luap. Aku rindu kedewasaannya. Aku kangen Roberto... Kangen Soriano Trattoria...

Ia hanya memelukku erat. Aku bisa merasakan rindunya yang sudah menunggu sejak lama.

"Aku kangen bau mozzarella..." kataku tersenyum. Wajah kami begitu dekat.

"Kangen aroma ku nggak?" Roberto tersenyum manja.

Tidak ada komentar: