YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 10 Februari 2012

Tak Hanya Seorang Papa

Mengenal seorang Papa selama 33 tahun buat aku itu anugerah yang nggak akan bisa terganti dengan apapun. Jujur, semua nasihat-nasihat itu mungkin cuma numpang lewat di kuping. Tapi prilaku dan sikap Papa sejak aku kecil, nggak pernah aku lupa. Justru sikap-sikap Papa jadi pembelajaran buat anak-anaknya, apalagi aku. Sebagai orang Jawa, Papa terdidik dari orangtua yang penuh tata krama dan sopan santun, dan itu diturunkan pada kami anak-anaknya. Menjadi orang pendiam seperti Papa bukan malah bikin ia nggak mengenal apapun, karena diamnya itu Papa senang belajar. Tangan Papa itu seperti penuh keajaiban. Mungkin karena terbiasa ngulik dari kecil. Di rumah ini, sebut benda apa yang nggak diakalin sama Papa, pasti semua dari pola pikir Papa. Kalau Papa hidup di dunia kartun, itu sama seperti Handy Manny :)

Papa yang pendiam bukan berarti nggak suka humor. Aku ingat saat aku kecil dulu, tiap kami makan bersama, Papa selalu ngebanyol, cerita lucunya banyak. Biasanya cerita-cerita lucu itu jadi bumbu tersendiri di sela-sela nasihat-nasihatnya yang bejibun. Tapi cara Papa memberi kami masukan biasanya nggak langsung pad intinya, maklum orang Jawa kebanyakan basa basi jadi muter-muter dulu :) Papa paling sering bercerita jaman kecil, mulai dari jaman Jepang, jaman Belanda, jaman G30 S/PKI, jaman rezim Soeharto, atau cerita gimana kerasnya didikan mbahkung kami. Cerita-cerita itu buat kami, sejarah yang sebenarnya.

Papa yang penyabar, ternyata tak selamanya sabar. Pernah juga ia marah besar pada mas ku karena ade-adenya ditinggal main ke rumah teman saat hujan besar. Dan melayanglah salah satu sepatunya hehehe... Papa sebenarnya emang paling sabar kalo ngadepin anak-anak kecil. Kayaknya tiap anak kecil langsung adem gitu sama auranya Papa yang selalu ngemong. Yang pasti kesabaran Papa teruji banget saat ngadepin masalah anak-anaknya :) Mulai dari mas, aku sampe ade ku. Termasuk soal kerjaannya yang setau aku, Papa nggak ambisius mengejar posisi. Semua dijalanin dengan sabar, nggak rakus sama kedudukan apapun. Padahal begitu banyak yang nawarin Papa untuk duduk di kursi enak, tapi Papa tetaplah Papa, yang sabar dengan posisi apa adanya :)

Jujur adalah salah satu kunci keberhasilan hidup, itu yang sering Papa bilang. Jujur soal perasaan, jujur soal keadaan, jujur soal apa yang ada di diri kita. Hebatnya Papa, berjuang hidup di Jakarta dari kampung karena kejujurannya. Entah jaman yang makin gila atau apa, tapi jaman Papa muda, kejujuran sangat dihargai orang. Sekarang? Nggak tahu deh, mungkin kalo jujur-jujur banget malah diketawain ya hehe.. Oleh karena pengalaman saya, Papa banyak kasih masukan, sumbang saran untuk kehidupan saya nantinya soal kejujuran yang nggak bisa dibeli, nggak bisa ditawar, dan nggak bisa ditolerir dengan apapun. Kejujuran tetaplah kertas bening berbayang. Jujurlah dengan apa yang ada di dalam perasaan kita, maka hidup akan menghargai kita. Seandainya pun banyak orang yang nggak jujur sama kita, satu saat kita tinggal menertawakan kebohongan mereka. Simple kan? Aaahh...Papa emang hebaattt! :')

Ternyata manusia emang nggak bisa lepas dari ego, begitu juga Papa. Cuma beda kadar aja. Atau mungkin karena laki-laki? Ah tapi perempuan juga banyak yang ego nya tinggi. Kenapa harus bermain gender? :) Dengan ego Papa yang setinggi itu, buat aku ia tetap suami yang baik, karena cintanya yang teramat sangat buat Mama. Dan Papa menjadi sumber inspirasiku saat masih taraf pencarian jodoh dulu hahaha... Itulah kenapa mereka berdua bisa tua bersama. Aku iri, bukan karena nggak bisa, tapi justru terpacu menjadi seperti mereka. Menjadi tua bersama orang yang dicintai itu memang indah banget.

Buat aku, Papa tak hanya sekedar seorang Papa. Dari hidupnya aku ikut tumbuh, dari pola pikirnya aku ikut berkembang, dan dari cintanya aku menjadi wanita tegar, kuat, dan penuh sabar. Terima kasih Papa... Semoga Allah selalu kasih Papa kesehatan dan selalu meridhai hidup Papa...Peluk dan ciumku selalu untuk Papa :')

Tidak ada komentar: